Tentang UMK


Di Jalan Gondang Manis. Tak jauh dari lereng Gunung Muria. Gedung-gedung bertingkat, berdiri menjulang. Asri dan rapi. Lalu lalang manusia keluar masuk, melewati sebuah gerbang, yang dijaga oleh sekelompok petugas keamanan.
Persis di samping gerbang masuk, sebuah tempat parkir yang sangat luas, dijaga beberapa petugas. Sementara di bagian Barat tempat parkir tersebut, sebuah wall climbing, berdiri dengan gagahnya.
Ya, itulah sekilas suasana Universitas Muria Kudus (UMK). Sebuah universitas yang cukup ternama di wilayah Pantura Timur Jawa Tengah.
Pada mulanya, area kampus UMK yang kini memiliki luas lebih dari tiga hektar, hanyalah tempat dengan penuh belukar, yang bahkan sangat angker. Dulu, area kampus ini bahkan merupakan kompleks pemakaman warga keturunan Tionghoa.
Namun sejalan dengan perkembangan zaman, lahan tersebut digunakan untuk sesuatu yang lebih bermanfaat, yaitu sebagai kawasan kampus, untuk para mahasiswa menuntut ilmu.

Cikal bakal berdirinya UMK ini, juga melewati sebuah rentetan yang sangat panjang. Tanpa harus menjelaskan sejarahnya secara lengkap, pada akhirnya, lambat laun namun pasti, univeristas ini, kini mengalami kemajuan yang kian pesat.

Berbagai fakultas, berdiri; Ekonomi, Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Psikologi, Pertanian dan Teknik. Dua konsentrasi Pascasarjana (S2), kini juga telah berdiri, yaitu Magister Manajemen dan Magister Ilmu Hukum.

Baru-baru ini, UMK juga membuka jurusan PGSD (Pendidikan Guru Sekolah Dasar), yang langsung diserbu oleh ratusan pendaftar. Tak ayal, ratusan peminat harus gigit jari, karena keterbatasan tempat.

Ya, ribuan mahasiswa, kini telah memenuhi ruang yang disediakan oleh pihak Yayasan Pembina Universitas Muria Kudus (YP UMK), sebagai tempat untuk menuntut ilmu.

Ribuan mahasiswa tersebut, dengan bimbingan ratusan tenaga pengajar yang ada, mencoba meretas “kebisuan intelektual” di Kudus, menjadi sebuah ruang yang setiap sudutnya, dipenuhi dengan para calon inteletual, yang bergelut dengan berbagai disiplin ilmu masing-masing.

Para calon intelektual itulah, yang nantinya diharapkan bisa menyambut estafet dari sebuah cita-cita besar bangsa Indonesia merdeka. Sebuah cita-cita, demi melihat Indonesia yang lebih baik dan bermartabat.

Dan dalam diri setiap mahasiswa UMK, tersemat amanat, untuk menyambut “gayung” kepemimpinan itu agar “tersambut”. Mampukah mahasiswa UMK menyambut kepercayaan dari cita-cita besar kemerdekaan bangsa tersebut? Semoga! [hoery/rosidi – Portal]